Thursday, March 31, 2016

Perempuan Bukan 'Tiyang Wingking'




Oleh Tsamrotul AM

Alloh Ta’ala telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk lainnya, makhluk yang diciptakan sebagai inti dari alam semesta. Manusia ada yang diciptakan dengan berjenis laki-laki dan ada pula yang berjenis perempuan, kemudian dari keduanya dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bangsa, untuk saling kenal mengenal, dari kenal mengenal tersebut mencakuplah rasa untuk saling berbuat kemaslahatan antara keduanya,bukan untuk saling bermusuhan, menyakiti, melemahkan, menjatuhkan, menghancurkan dan sebagainya. laki-laki dan perempuan sesungguhnya mempunyai derajat yang sama dimata Alloh Ta’ala dan yang lebih mulia diantara keduanya adalah yang bertaqwa dan yang paling banyak beramal sholeh dalam hidupnya.

Dalam pentas sejarah manusia, isu tentang perempuan banyak mengisahkan problematika yang amat misterius, misalnya perempuan identik dengan sebutan tiyang wingking (orang yang berada diposisi belakang), dengan demikian sejarah telah sedikit menggambarkan bahwa keberadaan perempuan terpinggirkan dimata sosial, utamanya di kalangan laki-laki. Sehingga ada sistem sosial yang disebut dengan patriarki, yakni pandangan yang menempatkan laki-laki sebagai penguasa tunggal, dan menempatkan perempuan pada posisi yang tidak diuntungkan, senantiasa memandang bahwa laki-laki sebagai makhluk yang kuat (superior), sementara perempuan sebagai makhluk yang lemah (inferior), yang pada umumnya pandangan tersebut hanya memandang dari segi biologisnya saja. Dari latar belakang demikian penulis sedikit mengulas tentang perempuan, yang menurutnya pantas untuk dikaji dan disajikan dalam sebuah paparan, meskipun masih belum sempurna dan masih perlu banyak masukan.

Mayoritas masyarakat berpendapat bahwa perempuan tidak perlu berpengetahuan yang luas,dan mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, karena menurutnya tidak begitu berguna, betapapun akhirnya perempuan hanya akan berada di posisi wingking dari laki-laki. Padahal pada dasarnya pengetahuan itu adalah suatu kebutuhan dan keharusan bagi tiap manusia baik laki-laki maupun perempuan, yang akan mempengaruhi sikap dan langkah seseorang dalam menentukan kebijakan dalam kehidupannya. Sebuah pemikiran bahwa perempuan tidak perlu berpengetahuan luas yang marak dimasyarakat, merupakan bagian dari bentuk ketidak-adilan yang menimpa kaum perempuan, sehingga menyebabkan adanya ketimpangan dan diskriminasi terhadap perempuan, seperti: maraknya kekerasan fisik maupun non fisik dalam rumah tangga, pelecehan seksual ditempat umum, dan  perdagangan manusia dan lain sebagainya. Selain kurangnya pengetahuan yang luas pada perempuan, penyebab diskriminasi terhadap perempuan adalah akibat dari adanya gender atau pembedaan peran berdasarkan jenis kelamin yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pembentukan struktur masyarakat, seperti laki-laki bekerja diluar rumah (publik) sedangkan perempuan bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga (domestik). Dan juga banyaknya penafsir-penafsir teks keagamaan yang bernada patriarki. Yang semua itu mengakibatkan adanya sikap otoritas laki-laki terhadap perempuan, sehingga perempuan sering kali tidak diuntungkan,dan sering kali perempuan hanya dianggap sebagai tempat untuk mencari kesenangan, yang seluruh tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia, yang semestinya harus dihormati tanpa memandang jenis kelaminnya.
Perempuan yang sudah berumah tangga mayoritas diidentikan dengan beberapa tempat yakni sumur, dapur, kasur, yang menggambarkan sosok perempuan dimata publik hanyalah cenderung sebagai penyuci baik pakaian maupun perabotan rumah tangga, pemasak atau penyaji makanan, dan pemuas kebutuhan biologis seorang laki-laki, saking populernya tiga istilah tersebut dituangkan oleh seorang seniman menjadi sebuah lagu dangdut yang cukup populer di masyarakat. Tidak jauh berbeda, dalam peradaban jawa dahulu juga menganggap bahwa kesempurnaan seorang perempuan itu identik dengan istilah: masak, macak, manak. Artinya perempuan yang sempurna itu haruslah bisa memasak, berdandan, dan menghasilkan keturunan. Istilah-istilah tersebut merupakanbentuk kecildari diskriminasi terhadap para perempuan yang seolah-olah hanya sebagai pelayan bagi para laki-laki dan yang lebih tidak enak untuk didengar dikalangan masyarakat para perempuan ada yang dianggap hanya seperti mesin pencetak anak atau mesin foto copy yang dijalankan oleh para laki-laki.

Dalam peradaban Arab jahiliyah dahulu, dikisahkan apabila dalam sebuah keluarga terdapat anak perempuan yang sudah remaja, maka si anak diberi pakaian lengkap, diberi perhiasan, kemudian dibuatkan lubang dan selanjutnya dikubur hidup-hidup, karena orang tuanya khawatir jika anaknya berumah tangga akan mempunyai banyak anak, dan akan menghabiskan harta benda yang dimiliki oleh orang tuanya. Selain itu juga terdapat masalah pernikahan yang cenderung menyudutkan perempuan, seorang suami bisa saling bertukar istri dengan kawannya, dan apabila seorang suami meninggal dunia dan meninggalkan banyak istri, misal meninggalkan istri berjumlah dua puluh, maka istri-istri dari bapaknya bisa diwarisi anaknya. Seumpama ada perempuan hamil dan yang menghamili perempuan tersebut laki-laki yang berjumlah banyak, maka metode untuk menentukan bapak dari anak yang dikandung si perempuan yakni dengan menggunakan cara lotre. (bersumber dari buku  Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah).

Cara pandang para penafsir teks keagamaan/kitab suci yang bernada patriarki juga menjadi penyebab terjadinya sesuatu yang tidak menguntungkan para perempuan, uniknya cara pandang yang demikian, diterima dengan baik oleh mayoritas umat Islam, karena hampir semua manusia fanatik dengan tafsiran para pemuka agama. Misalnya isu perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Ayat Al-qur’an yang populermenjadi rujukan adalah surat An-Nisa’ ayat 1 yang bunyinya

 “Yaa ayyuhan nassut taqquu robbakumulladzi kholaqokum min nafsin waahidatinwa kholaqo minhaa zaujaha wa batstsa minhuma rijaalan katsiiron wa nisaa- an...”

Yang artinya

“Wahai manusia bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Alloh menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Alloh memperkembang biakkan laki-lakidan perempuanyang banyak......”

Para ahli tafsir mayoritas menafsirkan“nafsin wahidah”adalah Adam,karena berpendapat bahwa Adam adalah manusia pertama. Dan kalimat “zaujaha” dalam ayat tersebut ditafsirkan pasangannya Adam (umumnya mengatakan Hawa). Maka para mufasir mayoritas menyimpulkan bahwa pasangannya (perempuan) diciptakan dari adam (laki-laki). Padahal dalam surat Ali Imron ayat 33 diterangkan bahwa Adam bukan manusia pertama:

“Sesungguhnya Alloh memilih Adam dan Nuh dan keluarga Ibrohim dan keluarga Imron melebihi menusia seluruh alam.”

Adam dan Nuh disebut perorangan karena belum berkeluarga, sedangkan Ibrohim dan Imron disebut keluarga, oleh karena ada pernyataan Alloh bahwa Adam dipilih melebihi manusia seluruh alam (pada zamannya), maka tentunya pada waktu itu sudah ada manusia selain Adam. Jika waktu itu tidak ada manusia selain Adam maka tidak ada pernyataan “dipilih melebihi manusia seluruh alam”. Adapun bagi beberapa penafsir kontemporer seperti Muhammad Abduh dalam kitab Al-Manar yakni menafsirkan “nafsin wahidah” adalah jenis yang satu yakni manusia.

Adapun keterangan perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki sesungguhnya itu bersumber dari Kitab Perjanjian Lama (kejadian 2:21-23), yang menyatakan

“Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak, ketika ia tidur, Tuhan mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambilTuhan Allah dari manusia itu, dibangunnya lah seorang perempuan, lalu dibawa Nya kepada manusia itu. lalu berkatalah manusia itu “inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku, ia akan dinamai perempuan sebab ia diambil dari laki-laki”.

Seandainya tidak disebut dalam kitab tersebut pastilah tidak ada keyakinan pada umat muslim bahwa perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki. Pengertian itu mudah diterima oleh masyarakat muslim pada umumnya karena adanya orang yang menyisipkan ajaran Nasrani kedalam Islam, dalam bentuk hadits

“Saling nasihat menasihatilah kalian untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok” (HR. At-tirmidzi).

Dalam Al-qur’an sendiri sama sekali tidak disebutkan bahwa perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki, dan juga hadits tersebut tentu saja bertentangan dengan Al-qur’an surat Alhujurot ayat 13 yang menjelaskan bahwa setiap manusia diciptakan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Adapun yang tidak diciptakan tanpa seorang laki-laki (ayah) adalah Nabi Isa dan Nabi Adam, sebagaimana Alloh berfirman dalam Al-Qur’an surat Ali-Imron ayat 59 yang menerangkan tentangkesamaan Nabi Isa dan  Nabi Adam (yang mana Nabi Isa lahir tanpa seorang ayah).

Dan satu hal yang bisa menilai kualitas hadits yang sebenarnya ialah apakah hadits tersebut bertentangan dengan Al-qur’an atau tidak, jika bertentangan maka seharusnya harus ditolak, walaupun secara sanad dianggap shoheh. Dan menurut hemat penulis jika perempuan diciptakan dari tulang rusuk, tentu saja menganggap perempuan adalah makhluk yang tidak bisa diatur/dididik, selayaknya tulang rusuk yang apabila dibiarkan akan tetap bengkok, dan upaya meluruskan tulang rusuk itu berakibat fatal, kemungkinan besar tulang tersebut akan patah.

Al-qur’an surat annisa’ ayat 34,

Arrijaalu qowamuuna ‘alan nisaa-i bimaa fadldlolallohu ba’dlohum ‘ala ba’dlin...

yang artinya

“Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, dan oleh Alloh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)”.

Lafal “qowwam” menurut ahli tafsir kebanyakan mengartikan dengan pemimpin, pelindung, penanggung jawab, pendidik, pengatur dan lain sebagainya, dan kelebihan tersebut diartikan keunggulan akal dan fisiknya. Tetapi menurut kalangan feminis mengartikan “qowwam” adalah laki-laki berkewajiban menyediakan nafkah (fungsi produksi), sekaligus sebagai pendukung fungsi produksi dan perempuan sebagai pengemban fungsi produksi. Dalam hal ini pemimpin dapat dilihat dari kemampuan mempimpin, jika perempuan memiliki kemampuan maka perempuan boleh menjadi pemimpin. Oleh karena itu kita dapat memahami maksud ayat tersebut memerintahkan laki-laki untuk memenuhi seluruh kebutuhan perempuan. Dan makna kelebihan laki-laki adalah kepemimpinan yang Alloh embankan kepada seorang laki-laki merupakan kelebihan (keterampilan) mereka, sedangkan perempuan juga memiliki keterampilan yang tidak dimiliki laki-laki. Jadi Alloh menjadikan keterampilannya tersebut sebagai keistimewaan dan kelebihan tersendiri bagi keduanya (laki-laki dan perempuan).

Dari paparan diatas bisa disimpulkan keberadaan perempuan yang tidak setara dengan laki-laki yang lebih diutamakan, berperan aktif dalam merumuskan masalah dan mengambil keputusan dalam sebuah kehidupan. Banyaknya penafsir teks keagamaan yang bernada patriarki juga menimbulkan kesan negatif terhadap perempuan, sehingga pihak perempuan sering kali berada dalam pihak yang tidak diuntungkan. Dari kisah peradaban Arab Jahiliyah dapat diketahui keberadaan para perempuan yang tidak diuntungkan sejak jaman dahulu, dan sampai saat ini di berbagai belahan dunia masih juga banyak kasus diskriminasi terhadap perempuan, hingga banyak dibentuk organisasi yang memberdayakan para perempuan di berbagai bidang kehidupan, mulai dari lembaga pemerintahan sampai organisasi kemasyarakatan. Selain itu akhir-akhir ini juga banyak diperingati hari perempuan baik secara nasional maupun internasional seperti hari ibu, hari Kartini, 16HAKTP (kampanye selama 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan), dan yang masih hangat hari perempuan internasional yang diperingati pada tanggal 8 maret kemarin, yang tak lain semua itu  untuk menyetarakan keberadaan perempuan dengan laki-laki dimata sosial.

Dalam Al-qur’an sesungguhnya menekankan unsur persamaan atau penyetaraan antara laki-laki dan perempuan, diciptakannya agama tidak lain untuk kemaslahatan hidup manusia didunia dan diakhirat, dengan kata lain agama bukan untuk kemudlorotan. Selain itu diutusnya nabi muhammad juga untuk membawa rahmat bagi seluruh alam. Jadi tidak ada satupun ayat Al-Qur’an yang mendukung bahwa perempuan itu diciptakan dari bagian rusuk seorang laki-laki, tidak ada pula ayat yang mendukung laki-laki untuk berbuat sewenang-wenang terhadap perempuan. Diantara ayat yang menekankan unsur persamaan dalam Al-Qur’an adalah:

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak cucu adam (laki-laki dan perempuan) dan kami angkat mereka didaratan dan dan di lautan, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS Al-Isro’ 17: 70).

Dan diperjelas dengan ayat

“....sesungguhnya, Aku tidak akan menyia-nyiakan amal seorang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah keturunan dari sebagian yang lain...” (QS Ali-Imron 3: 195)

Maksud dari ayat tersebut laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, demikian pula perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan, yang keduanya sama-sama manusia, dan tak ada kelebihan dari salah satu  tentang penilaian amal.

“Wahai manusia sesungguhnya kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku bangsa supaya kamu saling kenal mengenal, dan sesungguhnya yang paling mulia disisi Alloh adalah yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Alhujurot 49: 13).

Dalam agama islam seorang laki-laki dan perempuan sama mempunyai peran yang penting dalam kehidupan, para perempuan yang menjadi ibu sukses yang memuliakan anak-anaknya juga banyak disinggung dalam sejarah nabi-nabi yang berjenis laki-laki, perempuan banyak yang mempunyai peran banyak terhadap perjuangan para nabi, seperti para perempuan yang menjadi ibu para nabi Ulul Azmi, yakni ibu dari Nabi Nuh, Nabi Ibrohim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad SAW, yang semua ibu-ibu tersebut telah berperan besar dalam merawat, serta mendidik para putranya yang menjadi pemimpin umat manusia. Selain itu juga banyak istri-istri para nabi yang ikut berjuang dan mendukung dalam menyampaikan tugasnya.

Dalam islam juga ada hadits yang menyebutkan “Aljannatu tahta aqdamil umahati” yang artinya “surga itu dibawah telapak kaki ibu” hadits ini menjelaskan bahwa perempuan mempunyai peran besar terhadap masa depan anaknya baik kehidupan di dunia sampai akhirat. Dan banyak disinggung dalam Al-Qur’an tentang keutamaan perempuan misal perempuan menjadi nama surat nomer 4 yakni An-nisa’(perempuan), seorang perempuan yang menjadi nama surat nomer 19 yakni Maryam (nama seorang perempuan), adanya perintah berbuat baik kepada kedua orang tua (ibu dan bapak). Hal ini memberikan kehormatan kepada perempuan. Dan yang menjadi pelajaran berharga yang mengajarkan kepada umat islam tentang  tidak adanya perbedaan derajat antara laki-laki dan perempuan, yang membedakan derajat dari keduanya adalah ketaqwaan dan amal sholeh yang telah dilakukan dalam kehidupannya.


Daftar Pustaka
[1]Tafsir Al-Quran Menteri Agama no. 26 th 1967.
[2]Alkitab terjemahan baru (TB) LAI 1974, nomor 021056, 21 Agustus 2000 Departemen Kehakiman dan Hak asasi manusia.
[3]Al-ikhwan, Tauhid Rububiyyah Dan Tauhid Uluhiyyah.
[4]m.hijabers.abatasa.co.id/hijabers/detail//362/benarkah-perempuan-diciptakan-dari-tulang-rusuk-laki-laki.html

Sunday, March 27, 2016

Tan Malaka: Yang Butuh atau Yang Berhak?



Oleh Mochammad IH

Dibalik suksesnya Belok Kiri Festival di Jakarta Februari lalu, ada beberapa sayap-sayap kiri lain yang memberi komentar sinis acara itu. Saya ingat, beberapa komentar sinis ini dijawab oleh salah satu pendukung Belok Kiri Festival dengan argumen yang lumayan menarik sih.

Menurut komentar tersebut, anak-anak muda generasi millenial yang hobi ikut DWP juga berhak dong untuk mengetahui bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja. Anak-anak muda yang hobi lari-lari malam juga berhak belajar untuk melawan ketidak-adilan. Anak-anak muda yang hobi mampir ke acara-acara kebudayaan juga berhak mempelajari materialisme dialektika, dan sebagainya.

Setelah hingar bingar Belok Kiri Festival berakhir, lalu tersebutlah salah satu acara teater di Bandung yang mementaskan kisah hidup Tan Malaka akan digagalkan oleh salah satu organ fasis paling fenomenal di negeri ini. Kebetulan akun sosial media Belok Kiri Festival ikut mem-blow up peristiwa ini hingga ramai, mengaduh sampai gaduh. Lalu saya menemukan komentar menarik di sosial media sebagai reaksi atas peristiwa ini.

Dalam komentar tersebut, acara teater ini dituduh menerima donor dari lembaga liberal, mementaskannya di tempat liberal dan hanya kelas menengah (orang-orang mampu) saja yang memiliki akses untuk menontonnya. Lalu menurut komentar tersebut, Tan Malaka sejatinya diletakkan di jalanan, (di ruang-ruang produksi, di tempat-tempat bercocok tanam, di sawah, di tempat nelayan mencari ikan, di desa-desa, di pabrik-pabrik, di kampung-kampung, di hutan-hutan). Interpretasi saya terhadap komentar ini adalah bahwa di tempat-tempat tersebutlah dimana terdapat orang-orang yang membutuhkan Tan Malaka, membutuhkan ajarannya, membutuhkan pemikirannya, membutuhkan bukunya.

Jadi Yang Butuh atau Yang Berhak? Saya pikir dua-duanya sangat penting. Jika generasi millenial perkotaan memahami ajaran Tan Malaka mungkin akan timbul gerakan mahasiswa gelombang baru. Namun jika rakyat yang tertindas mendapat ajaran bapak-bangsa-yang-dilupakan-ini mungkin bangsa ini akan mencapai pintu gerbang revolusi kedua. Atau mungkin ini cuma pemikiran naif seorang pemula saja.***

Mochammad IH adalah seorang siswa yang menempuh di salah satu Pondok Pesantren di Jombang, Jawa Timur dan editor Jurnal Subyektif . Bisa dihubungi lewat Twitter @aliasjojoz