Oleh Tsamrotul AM
Kasus asusila di indonesia ini sudah selayaknya fenomena
gunung es, yang tampak dipermukaan sedikit namun realitasnya sangat banyak
sekali. pelakunya mulai dari remaja sampai dengan yang sudah lanjut usia, tak
dapat di pungkiri di negeri yang terkenal taat beragama yang semestinya beradab
dan taat peraturan, terjadi kasus yang demikian memalukan. Apakah kita harus menutup
mata dengan semua ini ? tentunya tidak, ini adalah problem, kita harus membuka
mata selebar-lebarnya agar tidak terjadi kasus yang sama dalam waktu yang
berbeda. Dalam hal ini Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa
penyebab tindakan asusila, kekerasan seksual adalah dari sajian pornografi
dalam jaringan internet yang berkembang luas, Namun benarkah demikian ?
Pornografi berasal dari dua kata, yaitu porno dan grafi.
Porno berasal dari bahasa yunani, porne artinya pelacur, sedangkan grafi berasal
dari kata graphein yang artinya ungkapan atau ekspresi. Secara harfiah
pornografi berarti ungkapan tentang pelacur atau prostitusi dalam suatu media
atau alat komunikasi. Ungkapan tersebut berupa sajian tulisan, suara, gambar,
dan video. Sajian-sajian ini sudah menjadi
santapan mayoritas masyarakat Indonesia dalam sehari-hari, di era modern
seperti sekarang ini. Jika kita membahas tentang porno tentu saja tidak lepas
dengan bahasan tentang seksual, yang mana sajian porno tersebut adalah
perangsang prima dan akses langsung akan bangkitnya nafsu seksual seseorang.
Sajian pornografi ini menghibur, menyenangkan, dan marketable (laris manis)
dipasarkan, karena segala yang beraroma seks memang menyenangkan. Sigmund Freud
(Bapak Psiko Analisis) mengatakan bahwa seks merupakan kebutuhan asasi manusia
dan motivator terbesar bagi semangat
kerja dan prestasi seseorang. Dan seks merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan normal manusia.
Siapapun orangnya pasti senang dengan yang berbau seks, mulai
dari gelandangan, pengemis, buruh, pengusaha, pejabat, guru, dosen, bahkan
ustadz sekalipun senang dengan hal yang demikian. Persoalannya apa yang menjadi
kesenangan itu dibiarkan liar begitu saja, asal hati senang atau sebaliknya
dikendalikan dan diarahkan sesuai dengan ketentuan norma agama dan norma
susila. Disuatu sisi seks itu bisa menjadi kekuatan seseorang dalam
menyemangati kinerja. Namun disisi lain seks bisa juga menjadi kekuatan yang
amat destruktif bagi tatanan sosial dan adab susila apabila dibiarkan liar dan
diumbar longgar. Dengan begitu letak persoalan atau dampak negatif dari sajian
pornografi pada kasus asusila sebenarnya tidak hanya disebabkan oleh sajian
porno itu sendiri, melainkan juga dari adanya seseorang yang tidak bisa
mengendalikan diri dari sajian tersebut, sajian pornografi bisa berdampak
positif dan bisa berdampak negatif, walaupun potensi negatifnya lebih sering
muncul dan lebih besar porsinya dalam kehidupan nyata.
Hal ini dapat kita ketahui dari maraknya kasus asusila pada
remaja yang sejatinya masih usia sekolah, banyaknya fasilitas yang diberikan
orang tua kepada anak-anaknya untuk dapat mengakses dunia internet, kurangnya
perhatian dari orang tua serta adanya pengaruh lingkungan yang kurang baik, menjadikan
anak mudah untuk mengakses sajian pornografi, yang selanjutnya menjadi sajian
yang amat sangat disenangi, dan menjadi candu dalam otaknya, yang semula tabu
pun dianggap menjadi biasa dan lebih parah anak tersebut menirukan apa yang ada
dalam sajian tersebut, karena anak tersebut belum bisa mengendalikan diri.
Jika membahas Pornografi dalam perpektif islam, maka hal ini
tidak dapat dipisahkan dari pembahasan pembahasan tentang aurat, karena
Pornografi lebih bersumber pada aurat atau setidaknya berdimensi pada aurat,
sementara membahas tentang aurat mesti merujuk pada sumber utama hukum islam.
Alloh SWT berfirman dalam surat Al-A’roof ayat 26 yang
artinya “hai anak Adam (manusia) sungguh kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutupi aurat mu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa
itulah yang paling baik, yang demikian itu adalah bagian dari tanda-tanda
kekuasaan Alloh, agar mereka selalu ingat”
Dalam surat Annur ayat 30-31 “Katakan kepada para laki-laki
yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kehormatan,
karena yang demkian itu lebih bersih bagi mereka. Sesungguhnya alloh maha mengetahuiapa
yang mereka perbuat (30). Dan katakan kepada perempuan yang beriman, hendaklah mereka
menahan pandangan dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan kecuali (biasa) nampak dari padanya.... Dan janganlah mereka
menghentakkan kaki agar perhiasan yang
mereka sembunyikan dapat diketahui. Dan bertaubatlah kepada Alloh, hai
orang-orang beriman agar kamu semua beruntung (31)”
Al-quran surat Al-Ahzab ayat 59 yang artinya “ hai nabi,
katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
mu’min, hendaklah mereka menjulurkan
jilbab keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Alloh sungguh maha pengampun lagi
maha penyayang”
Ayat-ayat diatas secara jelas menegaskan kepada kita bahwa
siapapun yang mengaku beriman baik laki-laki ataupun perempuan harus mampu
mengendalikan nafsu dengan menahan pandangan yang menjurus pada nafsu birahi
diluar koridor yang diperbolehkan agama,
harus menjaga kehormatan, dan tidak memamerkan perhiasan kecuali yang sudah
lazim terlihat, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial yang bisa
berakibat timbulnya kejahatan, agar terpelihara kesuciaannya, selain itu juga
memelihara harga diri dan menjaga martabat sebagai manusia itu sendiri, karena
sesungguhnya manusia adalah makhluk yang paling mulya, yang mempunyai cipta,
rasa dan karsa, yang tidak dimiliki makhluk lainnya.
Para ushul fikih menghukumi mubah atas sajian pornografi,
namun kemubahannya ini bisa berubah menjadi haram ketika sajian tersebut
menjadi sarana yang menjerumuskan pada tindakan yang haram (tindakan asusila).
Karena itu kemubahan ini juga tidak berlaku untuk penyebarluasan atau
propaganda pornografi yang akan memiliki dampak negatif bagi masyarakat yang
tidak bisa mengendalikan diri. Dengan begitu alangkah baiknya jika seseorang
dapat mengatur ketentuan terhadap sajian pornografi agar efek negatif dari
sajian tersebut bisa dihindari atau
setidaknya bisa diminimalisir. Dalam perspektif hukum islam sendiri ada fiqiyyah
yang amat populer yakni “Dar’ul mafaasid muqoddamun ‘ala jalbil mashoolih” yang
artinya “menghindari kerusakan itu lebih diprioritaskan dibanding mencari
kemaslahatan”.***
Tsamrotul AM adalah murid dari Al'Isti'aadu lil Maqoshidil Qur'an
Daftar Pustaka
Ahmad Zahro, Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Islam. http://www.wattpad.com/1245781-batasan-pornografi-dan-pornoaksi-menurut-islam
Pemerintah Akui Pornografi Memicu Tindakan Asusila | Antara
News http://www.antaranews.com/berita/561004/pemerintah-akui-pornografi-memicu-tindakan-asusila